Pages

Kamis, 29 Mei 2014

Menyoal Keabsahan Hasil SNMPTN 2014

Pengumuman hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) untuk tahun 2014 baru saja dibuka. Hasilnya, sebanyak 125.406 siswa dinyatakan diterima di perguruan tinggi negeri yang mereka pilih. Jumlah tersebut setara dengan 16,13 persen dari total yang mendaftar, yaitu 777.536 siswa. Adapun mereka yang belum diterima, masih memiliki kesempatan melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) yang akan dilaksanakan pada bulan Juni mendatang.
Meskipun demikian banyak pihak yang mulai mempertanyakan keabsahan hasil Seleksi SNMPTN tersebut. Pasalnya Ujian Nasional (UN) yang menjadi salah satu faktor penentu kelulusan siswa dalam SNMPTN tahun ini diwarnai oleh berbagai persoalan. Mulai dari status hukum UN itu sendiri yang dianggap “illegal” karena bertentangan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA), dugaan adanya malfungsi UN, sampai dengan terjadinya kebocoran soal maupun kunci jawaban yang beredar beberapa hari sebelum pelaksanaan. Selain itu adanya beberapa butir soal yang beraroma politis semakin menjauhkan UN dari nilai-nilai objektivitas.
Kebocoran soal maupun kunci jawaban UN untuk tingkat SMA yang terjadi di kota Bandung, Padang, Surabaya dan kabupaten Karang Anyar hendaknya tidak dipandang sebagai persoalan yang sepele. Sebaliknya kecurangan yang terjadi di daerah-daerah strategis tersebut seharusnya dijadikan bahan pertimbangan oleh paniia SNMPTN untuk meninjau kembali kebijakannya menjadikan niai UN sebagai salah satu penentu kelulusan. Hal ini dikarenakan, tidak mustahil kebocoran tersebut menyebar ke daerah-daerah lainnya. Sebagai lembaga yang menjunjung tinggi nilai – nilai kejujuran, tidak ada alasan bagi perguruan tinggi untuk menerima siswa yang menggunakan cara-cara kotor sebagai mahasiswanya. Jika kebijakan ini dilanjutkan, tentu akan menciptakan ketidakadilan bagi siswa lainnya yang mengerjakan soal UN dengan penuh kejujuran. Siswa yang memperoleh nilai UN rata-rata 5 dengan jujur, dapat dengan muah dikalahkan oleh siswa lainnya yang mendapatkan nilai rata-rata 8 dengan cara-cara yang “tidak sah”.
Melihat proses pelaksanaan UN yang jauh dari nilai-nilai kejujuran dan objektivitas tersebut, tidak ada alasan bagi pemerintah maupun pihak perguruan tinggi untuk tetap menjadikan nilai UN siswa sebagai salah satu faktor penentu kelulusan dalam SNMPTN tahun ini. Mengharapkan output yang baik dari sebuah proses yang penuh kedustaan hanya akan menambah buruk wajah dunia pendidikan kita. Kita tentu tidak ingin melihat anak-anak kita tumbuh dibawah bayang-bayang kedustaan yang akan menghantui mereka sepanjang hidupnya. Kita juga tidak ingin melihat para pemimpin kita dimasa depan lahir dari generasi (pendusta) semacam ini.
Sebaliknya, untuk melahirkan para (calon) pemimpin yang jujur dan amanah, diperlukan sebuah proses yang dilandasi dengan nilai-nilai kejujuran pula. Menjadikan UN sebagai salah satu penentu kelulusan hanya akan menjauhkan proses pendidikan dari nilai-nilai tersebut. Oleh karenanya tidak melibatkan nilai UN dalam penentuan kelulusan SNMPTN merupakan kebijakan yang tepat. 

Sumber:
Ramdhan Hamdani
http://edukasi.kompasiana.com/2014/05/30/menyoal-keabsahan-hasil-snmptn-2014-661182.html
www.pancingkehidupan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar